PendahuluanDalam kepercayaan iman Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja.
Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus disebut
gereja. Gereja didirikan oleh-Nya, sementara Roh Kudus-Nya tents
berkarya dalam mengembangkan serta memelihara gereja di dunia. Tanda
penyertaan Tuhan bagi gereja-Nya nampak pada saat Ia berjanji bahwa Ia
akan menyertai kita sampai akhir zaman (Matius 28:20b). Dalam
menjalankan misinya bagi dunia, gereja diperlengkapi dengan berbagai
karunia melalui umat yang Tuhan tempatkan dalam gereja untuk menjadi
para pelayan-Nya. Dalam panggilan misinya bagi dunia, gereja mengalami
berbagai tantangan dan hambatan, namun dalam keadaan demikian, gereja
terus bertumbuh dan semakin bertumbuh. Untuk mengetahuinya dengan lebih
baik, kita akan menelusuri hakikat gereja, serta sejarah perkembangannya
pada tiga tahap yang akan dijelaskan kemudian.
a. Pengertian Gereja
Istilah gereja yang kita sering sebut, berasal dan bahasa Portugis,
igreya, yang berarti kawanan domba yang dikumpulkan oleh gembala. Dalam
pemakaiannya saat mi, kata igreya merupakan bentuk terjemahan dan bahasa
Yunani, kyriake, sebutan bagi orang-orang yang menjadi milik Tuhan.
Artinya, mereka yang percaya dalam iman yang sungguh kepada Yesus
Kristus sebagai Juruselamat. Seorang teolog Indonesia, Harun Hadiwijono,
dalam bukunya, Iman Kristen, menjelaskan bahwa istilah kyriake baru
dipakai setelah zaman para rasul untuk memaknai gereja dalam arti
lembaga yang dekat dengan segala macam peraturan. Itu berarti, dalam
Pei]anjian Barn sendiri, istilah itu belum ada. Untuk menyebut
persekutuan orang-orang beriman, Perjanjian Baru menggunakan istilah
ekklesia. Istilah mi dapat diartikan sebagai perkumpulan yang dihadiri
oleh orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul bersama. Dalam sudut
pandang teologis, istilah ekklesia sering dimaknai sebagai orang-orang
yang dipanggil keluar dan dunia. Bukankah gereja justru harus ada di
dalam dunia untuk menjalankan misinya bagi dunia? Dipanggil keluar dan
dunia dapat dimaknai sebagai bagaimana seorang hidup dalam kekudusan,
tidak tercemar, hidup sebagai manusia baru dan sebagai anakanak terang
(Galatia 3:26, Efesus 4:17-5:21). Itulah gereja yang sesungguhnya.
Sementara itu, dalam bahasa Ibrani, kata yang sejajai. dengan ekklesia
adalah kahaal yang berarti umat atau umat yang berkumpul untuk berbakti.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gereja adalah suatu persekutuan
atau perkumpulan orang-orang yang beriman kepada Yesus Krishis dalam
karya Roh Kudus.
Oleh karena gereja adalah persekutuan orang-orang yang beriman, di
dalam gereja tidak ada lagi pemisahan berdasarkan status atau derajat,
tidak ada lagi perbedaan suku, negara atau pun ras, tidak ada lagi
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sebab semua yang menjadi
bagian dan gereja, yang dibaptis di dalam Kristus, telah dengan
sendirinya mengakui Kristus adalah kepala gereja dan di dalam Dia, semua
manusia sama, tidak ada perbedaan (Galatia 3:27-28). Demikianlah,
gereja tidak bisa dipahami hanya terbatas pada bangunan, tetapi gereja
terdiri dan manusia, umat kepunyaan Allah dalam Yesus Kristus. Gereja
adalah tubuh-Nya yang memenuhi semua dan segala sesuatu (Efesus 1:23).
Dalam pemahaman umat Tuhan, kata “kepala” memiliki dua pengertian.
Pertaina, kepala suku atau pemimpin. Kedua, awal atau pemulaan, yang
banyak diterjemahkan menunjuk pada pemimpin atau penguasa. Pengertian
awal atau permulaan mengandung arti representasi atau unsur perwakilan.
Artinya orang yang menjadi pemimpin mewakili yang dipimpin karena
orang-orang yang dipimpin telah dengan sendirinya digambarkan dalam din
seorang pemimpin. Pemahaman teologis dalam kaitannya dengan gereja
adalah bahwa apabila jemaat dipandang sebagai tubuh Kristus, itu berarti
bahwa jemaat diwakili di dalam Kristus atau dalam keberadaan Kristus
sebagai wujud manusia yang memiliki tubuh.
Berbagai perbedaan yang menyatu ini juga sering digambarkan oleh
Paulus dengan ungkapan banyak anggota tetapi satu tubuh, namun semua
anggota mempunyai tugas yang sama (Roma 12:4). Oleh karenanya dalam
gereja terdapat berbagai karunia yang berbeda-beda, dan semua
diperhambakan kepada satu kesatuan sebab tidak ada anggota yang mampu
berdiri sendiri dan yang memiliki tujuan pada dirinya sendiri.
b. Sejarah Perkembangan Gereja
1. Setelah zaman para rasul
Setelah zaman para rasul, kita dapat melihat bagaimana gereja
bertumbuh dalam karya Roh Kudus. Pertumbuhan gereja pada saat itu tidak
hanya terbatas pada hal-hal spiritual saja, tetapi juga terangkum dalam tiga
hal berikut.
a. Kuantitas
Dalam perkembangannya, setelah zaman para rasul, pertum-
buhan gereja secara kuantitas (jumlah) mengalami perkembangan
yang luar biasa. Antiokhia yang pada waktu itu merupakan pusat
pekabaran Injil oleh karya Roh Kudus dijadikan alat perpanjangan
tangan bagi terbentuknya gereja di tempat-tempat lain, bahkan
sampai di India. Gereja menyadari panggilarinya di tengah dunia
untuk menjadi saksi Allah. Karena itu, gereja terus bertumbuh dan
semakin banyak orang yang menjadi bagian di dalamnya.
b. Manajemen Gereja
Dan segi organisatoris, gereja juga mengalami perkem-
bangan. Kita mengetahui kondisi gereja-gereja awal yang hanya
terbatas pada perkumpulan—perkumpulan untuk beribadat. Mereka
juga menyadari bahwa gereja bisa bertahan jika didukung oleh
manajemen pelayanan yang baik. Mereka sadar bahwa hanya
berkumpul saja tidaklah cukup untuk mewartakan kebenaran Injil
Tuhan di dunia. Harus ada pembagian tugas atau manajemen
pelayanan gereja. Manajemen sederhana gereja pada waktu itu
nampak dalam beberapa jabatan gerejawi antara lain :
- Episkopos/uskup, artinya penilik jemaat. Dalam pemahaman kita kini, mereka bisa disebut sebagai pendeta jemaat atau bapak gembala.
- Penatua atau presbiter. Umumnya, mereka dipercaya memimpin bagian gereja yang lebih kedil.
- Diaken atau syamas. Mereka membantu tugas episkopos dan penatua dalam hal pelayanan kepada orang miskin dan menjaga rurnah kebaktian.
c. Tata Ibadat atau Liturgi Kebaktian
Dan kesaksian Alkitab dalam Kisah Para Rasul 16:40 dan Roma 16:5,
kita mengetahui bahwa pada awalnya, orang-orang Kristen pertama tidak
mempunyai gedung gereja untuk beribadah. Mereka hanya tersebar di
rumah-rumah anggota gereja untuk melaksanakan ibadah. Sekitar tahun 200,
di sebuah desa bernama Edessa di wilayah Mesopotamia, gereja pertama
dibangun. Mereka menjalankan ibadah pada han Minggu dengan pemahaman
bahwa Tuhan Yesus dibangkitkan pada han ketiga tepat pada han Minggu.
Awalnya, dalam kebaktian gereja belum ada tata ibadah atau liturgi
sehingga terjadi kekacauan dalam ibadat (1 Korintus 14). Dalam
perkembangannya, kebaktian gereja menggunakan liturgi atau tata ibadat,
bahkan liturgi itu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan gereja atau
dapat dirancang berdasarkan hanhan khusus gereja.
2. Abad pertengahan (500-1500)
Untuk membahas keadaan gereja pada abad-abad pertengahan, kita tidak
bisa terlepas dan teologi. Artinya, perkembangan gereja pada masa itu
ditentukan oleh corak teologi yang berkembang. Perkembangan teologi pada
masa itu sangat menentukan peran gereja. Karenanya, dalam bagian mi,
kita akan melihat gereja pada abad pertengahan dan sudut pandang
teologi. Ketika berbicara tentang teologi, tentunya kita akan
menyinggung beberapa dan sekian banyak teolog abad pertengahan yang
pemikirannya mewarnai langkah gereja saat itu. Dalam perkembangannya,
gereja pada abad-abad pertengahan yakni bangsa-bangsa baru di Eropa
Barat dan Utara dengan mudah menerima berbagai macam ajaran teologi yang
diwarisinya dan zaman gereja lama yakni Yunani dan Romawi yang membela
iman Kristen dan segala macam ajaran-ajaran palsu dengan menggunakan
pengetahuan dan filsafatnya. Hal ini tidak berlangsung lama sebab
kemudian muncul tokoh tokoh intelektual yang belajar teologi. Mulai
abad ke 11, ilmu pengetahuan, termasuk teologi, diajarkan di
sekolah-sekolah tinggi atau universitas dan terikat pada
tuntutan-tuntutan pengajaran sekolah-sekolah itu yang biasanya disebut
scholas tick.
Memasuki abad ke 13, timbullah fenomena baru yang menakutkan bagi
teologi. Ilmu filsafat yang sering digunakan sebagai pendukung teologi berubah
menjadi tandmgan bagi teologi. Penyebabnya adalah karya agung metafisika,
Aristoteles, yang disadur dalam bahasa Latin, yang memberikan cara baru
sebagai alternatif dan kekristenan. Dalam perkembangannya, filsuf sekahgus
teolog, Thomas dan Aqumo, berupaya menymtesiskan antara iman dan akal.
Upayanya adalah untuk mendamaikan jurang antara akal yang
dikembangkan oleh Aristoteles dan teologi atau iman Kristen.
Perkembangan selanjutnya, abad ke-14 dan ke-15, gereja mengalami
kemunduran. Para Paus berada dalam pengawasan Prancis di Afignon dan
tahun 1305-1377. Sekembalinya mereka pada tahun 1378-1414, Paus kembali
menduduki Roma yang menimbulkan persoalan besar. Perebutan kekuasaan di
antara dua Paus mewarnai fase mi. Selain itu, muncul ketidakyakinan
untuk mengharmoniskan teologi dan filsafat. Keduanya terpisah, teologi
(gereja) mengisolasi din dan hanya berdiri pada keyakinan akan penyataan
Allah, yang sebenarnya tidak dapat dijelaskan secara rasio. Bahkan
teologi skolastik terpisah dan kehidupan praktis. Inilah gambaran gereja
pada abad pertengahan yang melanda gereja Barat.
Selanjuthya beberapa tokoh abad pertengahan beserta pokok ajarannya
dapat disebut di sini antara lain:
a. Anicius Manlius Severinus Boetius
Dia adalah seorang yang tertarik dengan filsafat yang memiiki status
kelahiran sebagai bangsawan, kira-kira tahun 480. Karyanya yang paling
terkenal adalah Hiburan dan Filsafat yang terdiri atas 5 jilid dan
ditulis dalam 5 dialog antara dirinya dan seorang perempuan yang bernama
filsafat.
b. Gregorius I Benedictus
Gregorius lahir sekitar tahun 480. Ia pernah men.gecap pendidikan di
Roma, kemudian ia keluar dan memutuskan untuk bertapa di goa Subiaco
pada tahun 500. Montecasino adalah tempatnya membangun biara sampai
akhir hayatnya. Ia sangat ketat dengan peraturan hidup di biara. Salah
satu karyanya yang paling terkenal adalah Peraturan. Kebijakan-kebijakan
yang fleksibel dijelaskannya di sini. Dokumen mi adalah hasil perpaduan
antara kejelasan dan perincian sehingga begitu mudah dipraktikkan.
c. Thomas dari Aquino
Thomas adalah seorang tokoh skolastik terbesar pada masanya. Thomisme
adalah ciri khas ajaran-ajaran filsafatnya. Ta mengisi sistem
metafisika yang begitu luas melalui sebuah istilah tekhnis. Dalam
menjelaskan eksistensi Allah, ia mengajukan lima bukti. Pertama,
kenyataan akan perubahan yang diubah oleh sesuatu yang lain. Kedua,
kenyataan bahwa sebab dan akibat ada di dunia, dan Allah adalah penyebab
pertama. Ketiga, ide ada dan tiada di dalam dunia. Seandainya Allah
tidak ada, tidak ada sesuatu pun yang dapat ada. Keem pat, tingkatan
kebaikan dan kesempurnaan di dunia disebabkan oleh Allah. Kelirna,
tatanan dan tujuan di dalam alam diarahkan kepada Allah.
Sampai pada titik ini, kita melihat suatu kejayaan yang besar bagi
gereja pada masa abad pertengahan. Gereja menguasai ilmu pengetahuan
melalui pandangan para teolog dan filsufnya. Namun, kejayaan gereja pada
abad pertengahan tidak berlangsung lama. Pada akhir abad pertengahan,
kepausan mengalami krisis sejalan dengan meningkatnya kekuasaan para
pemimpin duniawi. Situasi politik di mana banyak pemimpin dunia yang
tidak lagi mau
diatur oleh kepausan; dekadensi moral yang dialami oleh masyarakat sebagai
akibat dan melemahnya spiritual; dan stratffikasi sosial serta uang yang menjadi
tujuan utama gereja saat itu merupakan penyebab krisis yang dihadapi gereja
pada abad pertengahan.
3. Zaman Modem
Dalam pembicaraan mengenai perkembangan gereja pada zaman modern,
kita tidak bisa mengabaikan begitu saja situasi dunia tempat gereja
berada saat itu. Modemisasi yang ditandai dengan perkembangan iptek
sering kali muncul melalui jargon globalisasi, industrialisasi, atau apa
pun sebutan nya. Namun, satu hal yang pasti bahwa situasi semacam mi
menempatkan gereja pada situasi yang ambivalen. Di satu sisi, gereja
tidak bisa menolak segala perkembangan dunia yang semakin maju. Gereja
justru harus mengambil bagian di dalamnya, bahkan dalam upaya untuk
meningkatkan misi atau pelayanannya bagi dunia. Pada saat yang sama, di
lain pihak, gereja diancam oleh segala dampak negatif perkembangan
iptek. Kebangkitan agama-agama yang menandai milenium baru ini
demoralisasj, dehumanisasi, pluralisme, dan sebagainya merupakan isu-isu
pokok yang dialami gereja pada zaman ini. Dalam situasi semacam mi, gereja
tidak bisa lagi menempatkan din sebgai tuan melalui teologinya. Namun
sebaliknya, gereja harus menjadi hamba yang melayani demi pewartaan
Knistus yang hidup. Gereja tidak hams tertutup dan menghindani situasi mi.
Sebaliknya, gereja harus terbuka terhadap doktrin-doktrin serta berbagai ajaran
etikanya. Gereja harus berupaya untuk menjawab berbagai pertanyaan melalui jawaban-jawaban yang barn atau sama sekali baru.
Karena semakin kompleksnya masalah yang dthadapi gereja, gereja juga
perlu untuk mengembangkan serta memperlengkapi din. Dalam semuanya itu,
sebagai lembaga keagamaan yang mandiri, gereja mengemban fungsi dan
otoritas yang bebas dan pengaruh negara, dan sebaliknya, gereja tidak
punya wewenang untuk mengatur kehidupan negara karena negara mempunyai
fungsi tersendiri dalam menjalankan panggilannya di dunia (Roma 13:6-7; I
Petrus 2:13-14). Bersaksi, melayani, dan bersekutu, itulah panggilan
gereja di dunia.
Uji Kompetensi
- Diskusikan bersama kelompokmu, apakah maksud Kristus menghadirkan gereja di duriia?
- Apakah tantangan gereja pada masa kini dan bagaimana cara mengatasinya?
Benar Atau Salah ?
- Istilah ekklesia yang digunakan untuk mengacu pada kata gereja berarti orang-orang yang menjadi milik Tuhan.
- Dan sudut pandang iman Kristen, gereja bukanlah bangunan fisik, melainkan persekutuan umat Tuhan.
- Tokoh abad pertengahan yang berbicara mengenai Peraturan adalah Anicius Manlius Severinus Boetius.
- Thomas dan Aquino adalah filsuf yang berupaya menyintesiskan iman dan akal.
- Menolak para penjahat di dalam gereja adalah upaya gereja untuk menjaga kekudusan dirinya.
Share it to your friends..!
0 komentar:
Posting Komentar